Now Loading

Alasan Ron

Ron alias Lionel, terpaksa berhenti. Deborah menatapnya tajam.

“Kenapa kau masih berkeliaran di sini, Ron?” Deborah mengernyit alis.

“Deb. Aku harus mengatakan apa padamu....”

“Aku bisa saja mencurigaimu, Ron. Dengan tuduhan menculik Laquita, misalnya.”

Oh, please, Deb. Jangan berpikiran begitu.”

“Siapa tahu. Tiba-tiba saja kau menyekap Laquita di dalam kamarmu.”

Wajah Ron seketika memerah.

“Terlalu jauh tuduhanmu, Deb. Masa iya aku menculik teman sendiri.”

“Itu kan baru kemungkinan. Aku mengatakan---bisa saja.”

“Kau terlalu mengada-ada.”

“Tentu saja tidak, Ron. Kalau aku memeriksa kamarmu lalu menemukan Laquita berada di sana, misalnya. Apa kau akan terus mengelak?”

Ron terlihat semakin gugup.

Deborah tertawa.

“Ron! Aku hanya bercanda. Jangan pasang tampang serius begitu. Kau ingin ikut bersamaku jalan pagi? Suasana Wooden House sangat indah menjelang dini hari.”

Ron menarik napas lega.

“Tidak Deb, terima kasih. Sepertinya aku harus membersihkan badanku dulu...”

“Oh, ya. Kau pasti baru melakukan perjalanan jauh. Kulihat sepatumu...mm, kotor sekali.”

Ron tidak menyahut. Ia melambaikan tangan dan bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya.

***

Ron terkejut ketika membuka pintu kamar. Dilihatnya Laquita sudah berada di atas ranjangnya, tertidur pulas. Tubuhnya yang ramping sudah berbalut selimut tebal.

Jeremy benar-benar menitipkan gadis itu di sini. Ron menelan ludah.

Masih mengawasi sosok Laquita, Ron bergeming. Ia bahkan tidak berani melanjutkan langkah menuju kamar mandi. Khawatir menimbulkan bunyi yang membuat Laquita terbangun.

“Jangan khawatir. Laquita akan tertidur untuk seharian ini,” terngiang kembali kata-kata Jeremy. Tapi Ron masih belum yakin. Bisa saja Laquita tiba-tiba terjaga, bukan?

Ron tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. Hhh...mengapa tadi ia tidak menyarankan kepada Jeremy agar memesankan kamar lain untuk Laquita?

“Aku membutuhkan tempat yang tidak bisa diprediksi oleh Nemo, Lionel. Ini demi keselamatan Laquita. Itulah sebab aku memilih kamarmu,” Jeremy tadi sempat membisikinya.

Rasa ingin buang air kecil mendorongnya memberanikan diri melangkah. Ia berjalan dengan kaki berjinjit. Tapi malang, saat masuk ke ruang kamar mandi kakinya tersandung tempat sampah. Ia terjungkal. Bunyi gedebum tak bisa dihindari lagi.

Bukan rasa sakit yang dirasakannya, melainkan rasa khawatir Laquita terjaga.

Ia diam beberapa saat. Lalu berdiri dan memberanikan diri menengok Laquita. Gadis itu masih terlelap. Seperti tidak mendengar suara apa pun. Dengkurnya terdengar halus naik turun.

Ron menarik napas lega.

Mendapati kenyataan apa yang dikatakan Jeremy benar---bahwa Laquita seharian ini akan tertidur pulas, Ron tidak perlu merasa khawatir lagi. Ia segera mandi, mengguyur tubuhnya yang penat dengan air hangat, sambil bersiul-siul.

Usai menukar pakaian bersih, Ron duduk di sofa. Menatap kembali Laquita yang masih meringkuk tak bergerak.

“Quit. Akhirnya kau selamat,“ ia bergumam sendiri, lirih.

Ron menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa seraya memejamkan mata. Mengenang kembali beberapa hal.

“Kita adalah kaum aktivis yang akan membantu para penderita penyakit kusta yang dirawat di sebuah Rumah Sakit terpencil,” itu kata-kata Lubo saat merekrut ia dan teman-temannya.

Tapi kemudian Ron menyadari, bahwa apa yang disampaikan Lubo hanya kedok belaka. Mereka yang berada di sana, di dalam Rumah Sakit tersembunyi itu, ternyata bersekutu dengan Iblis.

Dan Iblis itu, yang berjuluk Big Boss, mengincar Laquita.

Ron mengetahui rencana jahat itu ketika Lubo membisikkan kata-kata kepadanya, ”Boss kita telah menemukan apa yang dicari. Keabadiaan. Titisan Dewi Hera telah ditemukannya.”

“Oh, ya? Kalau boleh tahu, siapa dia? Maksudku ---titisan Dewi Hera itu.”

“Seorang gadis bernama Laquita,” Lubo memberitahu.

Seketika dada Ron menyesak. Ia terkejut sekaligus senang. Tanpa sengaja ia mengetahui di mana sebenarnya keberadaan Laquita yang selama ini dinyatakan hilang.

“Kau bersungguh-sungguh, Lubo? Maksudku tentang....”

“Tentang gadis itu? Coba periksa ruang bawah tanah.”

Lubo tidak berbohong. Ron melihat Laquita disekap di sana. Ron sangat geram. Tapi ia tidak berkutik. Tidak mungkin baginya melawan kekuatan Bog Boss.

Ron lalu mencari cara bagaimana agar ia bisa menyelamatkan Laquita.

Ia mulai mendekati Lubo. Berpura-pura mengakrabinya. Menelisik banyak hal dari pria yang juga penderita kusta itu.

Berita baik yang berhasil didapatkannya dari Lubo adalah, Big Boss memiliki rival yang cukup berat. Namanya Jeremy.

“Dan rivalnya itu juga sudah berhasil diringkusnya,” Lubo tertawa.

Ron memanfaatkan kesempatan baik itu. Ia mencari tahu di mana Jeremy disekap. Ron lalu menawarkan diri untuk pura-pura menjaga Jeremy.

Ron memang menaruh hati pada Laquita. Sudah lama. Sejak gadis jurusan Mipa itu baru menjadi Maba. Dan ia tahu Laquita sama sekali tidak menanggapi perasaannya, selalu menghindarinya. Ron bisa mengerti sikap Laquita.

Laquita sudah memiliki kekasih.

Ron sebenarnya pantas sakit hati.

Tapi tidak. Ron tidak bisa membiarkan Laquita terancam keselamatannya. Itu bukan sikap seorang gentle man. Ron harus belajar memahami itu.

Cinta tidak selamanya harus memiliki, bukan? Ron tetap ingin melihat Laquita bahagia. Ya, orang yang dicintainya itu harus selalu bahagia.

Cinta yang benar semestinya begitu. Memberi bahagia. Bukan malah sebaliknya.

Ron menghibur hatinya sendiri.

Ron alias Lionel akhirnya memilih bersekutu dengan Jeremy. Jeremy memang rival beratnya dalam hal merebut hati Laquita. Tapi Ron melihat Jeremy tidak memiliki watak jahat seperti Big Boss. Ron merasa lebih tenang jika Laquita berada di samping Jeremy ketimbang berada dalam genggaman tangan Nemo, pemimpin sekte sesat itu.

Itulah alasan mengapa Ron akhirnya mengikhlaskan Laquita untuk Jeremy.

Ron mengerti. Amat sangat mengerti. Hati Laquita hanya untuk Jeremy. Dan Ron tidak ingin terus menerus mengumbar perasaannya pada gadis itu. Ron cukup memendam---atau kalau bisa menyingkirkan saja perasaan yang bernama cinta itu. Lebih baik ia mengalihkannya menjadi perasaan kasih sayang. Perasaan seperti seorang kakak terhadap adiknya sendiri.

Di luar matahari mulai meninggi.

Ron. Tanpa sadar ia tertidur pulas di atas sofa.